Senin, 21 Juli 2014

Poiché Tu (Yang Mungkin Sedang Bingung)



Sang detik berkata pada suatu malam yang menggembirakan, “tunggulah dia”.
Aku sudah berusaha untuk memahami, memahami dan memahami setiap perlakuanmu yang tidak jarang memancing emosi. Ribuan kalimat “maafkanlah dia” sudah jadi kebiasaan saat air mata terpaksa terjun dari muaranya.

Tiap kali aku memutuskan untuk mundur dan pulang, selalu ada alasan untuk kau datang dan kita kembali jumpa.

Tapi ketika aku putuskan “bertahan sedikit lagi”, entah tidak sengaja atau mungkin memang sengaja, kau membuat perlakuan yang…sangat sangat melukai hati.
Seorang perempuan, memiliki hati yang terlalu rapuh. Sedikit terlukai, akan lama sembuhnya. Luka dalam hati (perempuan) tidak mudah untuk menghilangkannya. Itu hanya satu. Aku…telah menerima ribuan kali sayatan yang meninggalkan banyak luka, dan semua masih membekas hingga saat ini.

Kau tahu? Tentu kau tidak tahu, dan mungkin memang tidak pernah mau tahu.

Aku bukan menuntut apa-apa. Aku memang sayang dan cinta. Tapi aku tidak pernah menuntut seperti apa yang dilakukan umumnya orang-orang yang pacaran. Aku paham tentangmu, tentang masalahmu, keluargamu, tentang masa depanmu. Tapi satu yang aku tidak paham. Bagaimana perasaanmu?

Oh, biarkan! Aku yang menggantung di atap, akan kau mainkan jika kau memang ‘benar-benar ‘ ingin. Dan akan kau biarkan jika kau tidak menghendaki aku.

Dengar, aku sudah mencoba memahamimu. Mungkin kau ingin fokus dengan problematika dalam kehidupan pribadimu? Mungkin kau tidak ingin dipusingkan dengan segala tetek bengek pacaran seperti di luaran sana? Atau ada alasan lain, mungkin? Aku sudah coba memahami itu semua.

Aku hanya minta satu darimu. Pahami aku…Pahami segala perasaanku…Pahami tiap apa yang aku lakukan untukmu. Jika memang kau tidak pernah menghendaki aku dan perasaan ini, jangan sekali-kali menemuiku dengan satu atau banyak kemanisan.

Tapi aku bisa terima juga, jika kita dekat satu sama lain. Kita saling mengabari, saling perhatian (bukan pacaran) tanpa sebuah “status”. Tapi jangan pernah hati ini kau sayat lagi. Tidak perlu kusebutkan satu-satu sayatan-sayatan itu. Harusnya kau sudah menyadarinya.

Untuk engkau…
Yang mungkin saat ini sedang bingung dan gulana atas surat ini…
Yang mungkin juga sedang tidak mau tahu tentang ini…

0 komentar:

Posting Komentar