Senin, 27 Juli 2015

Rena: Sebuah Prolog Milik Kami

     Bangku itu adalah favoritku. Warna cokelat tua, kayunya masih tampak kokoh walau ada banyak gigitan rayap di setiap tepinya. Berada tepat di belakang gedung kelas 5A, di bawah pohon jambu air. Ada banyak sekali kenangan yang terlukis di sana. Aku, Nufi, Gia, dan Key sering menghabiskan waktu di atas bangku itu. Kami bersahabat. Kami berceloteh, meracau hal-hal yang tidak jelas, membicarakan cinta monyet masing-masing. Hm, cinta monyet. Aku teringat satu memori di waktu lampau. Masa kecil yang hanya mengenal kata 'indah' dan 'bahagia'; saat papan tulis penuh dengan goresan kapur, meja penuh tipe-x, rok merah para anak perempuan bertompel permen karet yang menghitam, saat dunia membahagiakan, saat semuanya belum benar-benar berubah arah.
     Shareena Devani. Siapa yang tidak mengenalku? Anak baru pindahan Jakarta yang menginjak tanah Bandung pada tahun 2003. Siswi paling ngetop satu sekolah, karena gaya orang Jakarta melekat padaku. Satu-satunya siswi berlogat lo-gue. Bersepatu hitam legam - siswa lain bersepatu cokelat lumpur. Ransel Piglet yang sedikit kebesaran, tapi terlihat branded. Teman-teman memanggilku Shar. Tapi, hanya ada satu orang yang memanggilku lain. Bukan Shar.
     Dan dia spesial.

0 komentar:

Posting Komentar