Senin, 21 Juli 2014

Ai O Shitte Iru - Edisi Satu (ketika semua berjalan tiba-tiba)



                Pernahkah engkau tahu hati seorang wanita itu seperti apa? Sedikitnya, tahukah engkau tentang hatiku?
                Semenjak aku tahu dan mengenal yang namanya cinta, mulai penasaran seperti apa rasanya bercinta dengan seorang lelaki. Pertama kali icip-icip pacaran dengan seorang lelaki lebih tua lima tahun di atasku. Cinta monyet seorang siswa SMP saat zamannya kegilaan para anak ABG. Saling merindu, saling mengucap cinta, bahkan meminta bertemu untuk menyalurkan gairah percintaan anak remaja. Dengan wajah merona malu-malu ketika pertama kali bertemu dalam suatu acara. Saling curi pandang dan tak jarang melempar senyuman maut untuk menarik perhatian satu sama lain. Tiga bulan berlangsung, rasa bosan menghapus bara api cinta yang sempat membakar nafsu. Aku tak lagi memujanya, mengejarnya, merindunya, apalagi mencintainya. Rasa bosan itu menyelimuti begitu saja. Lalu aku memutuskan hubungan dengan lelaki itu begitu saja tanpa sebuah alasan.
                Labilitas hati seorang anak baru gede yang mudah tergoyahkan hatinya, dan belum mampu mengontrol perasaan ketika melihat lawan jenis yang mencuri perhatiannya. Aku kembali merasakan getaran cinta pada seorang lelaki yang berusia satu tahun di atasku. Jalannya sama seperti kisah percintaanku pertama kali. Kami putus tanpa sebuah alasan. Saling diam dan berpura-pura mengucap rindu karena aku dan dia tidak benar-benar cinta. Kami hanya saling kagum pada pandangan pertama. Lama-lama menjadi dekat dan kami mengira telah jatuh cinta.
                Beranjak ke SMA, lagi-lagi aku dimabuk cinta oleh salah satu siswa yang juga temanku. Mengagumi dari belakang dan malu-malu ketika saling bertatapan. Seiring berjalannya waktu, kami saling bertukar cerita dan alih-alih bercerita, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Tentu aku berani melakukan itu karena kulihat tanda-tanda yang sedikit merespon dari diri lelaki itu. Tepat dugaanku, dia juga punya perasaan yang sama. Lalu, apakah kami berpacaran? Tidak. Aku dan dia sampai saat ini masih menjadi teman. Sebuah alasan yang menguatkan kami untuk tidak menjalin sebuah hubungan adalah keterikatan kami dalam sebuah peraturan yang tidak boleh dilanggar.
                Akan tetapi, aku tidak mudah melupakannya begitu saja seperti kisah-kisah percintaan masa laluku. Selama hampir satu tahun aku perasaanku padanya mengendap dalam hati. Aku sendiri tidak tahu ada apa denganku? Tidak biasanya aku menyimpan suatu perasaan lama-lama. Bahkan untuk mencintai orang lain pun aku tidak mau. Aku dan dia pernah berhubungan cukup dekat dan intim. Tapi itu hanya berlangsung sekejap, ketika ia baru putus dari kekasihnya. Dan disitu aku berpikir, aku cuma jadi tempat pelariannya sejenak. Karena setelah ia bangkit dan kembali merasa jatuh cinta dengan wanita lain, aku dilupakan.
                Yah, karena ini aku patah hati bahkan sampai menangisinya dibeberapa malam. Dari kisah ini, sedikitnya aku mulai paham tentang arti cinta; mencintai dan dicintai. Dulu dengan mudahnya aku bermain cinta. Memulai dan menyudahinya tanpa alasan. Tapi aku mencoba menampiknya kalau itu adalah sebuah kelabilan anak remaja yang baru mengenal cinta. Pada saat itu aku masih lugu dan buta, berpacaran cuma jadi alat pembayaran untuk rasa penasaranku. Ketika semua itu lunas, maka aku yakin akan ada makna yang aku temui di dalam cinta.
               

0 komentar:

Posting Komentar