"Omonganmu menggelikan." Di depan layar laptop tak henti-hentinya aku tertawa. Chatting dengan Sam selalu jadi hiburan tersendiri.
"Oh, ayolah, Kak."
"Apa? Bahkan kau sendiri masih menyebutku 'Kakak'"
"Baiklah, Devani."
"Dev."
"Iya, Dev."
"Bagus."
"Oke, sekarang kita mulai semua dari awal. Kita berkenalan seperti belum pernah mengenal sebelumnya."
"Hai, aku Dev. Siapa namamu?"
"Aku Samudera. Pria tampan yang tak tertandingi."
Aku tertawa lagi dibuatnya. "Yang benar adalah pria kecil."
"Astaga, kau senang sekali memanggilku 'pria kecil', Dev."
"Karena usiamu lebih muda dariku."
"Hanya satu tahun. Lagi pula aku sudah cukup besar."
"Untuk hal apa?"
"Untuk mencintaimu. Tertawalah."
Dan lagi-lagi perutku terkocok oleh candaannya.
"Kau mengantuk, Dev?"
"Hampir. Kenapa? Kau mau tidur duluan?"
"Tadinya. Tapi sebelumnya, aku ingin katakan sesuatu."
"Aku masih di sini."
"Aku yakin suatu saat nanti, kita akan benar-benar bertemu."
"Hmm..."
"Apa kau juga yakin sepertiku?"
Sebenarnya, aku memang berharap bisa benar-benar bertemu Sam. Biar kulihat lekuk wajahnya dari dekat, kurasakan hembusan nafasnya, dan wangi parfum yang ia gunakan.
"Aku juga yakin."
"Ingatlah ini, Dev. Jika nanti kita bertemu, meski di waktu kita tua renta, aku akan menyanyikan sebuah lagu di hadapanmu."
"Benarkah? Lagu apa?"
"Iya. Lagu cinta lah."
Beruntung Sam tidak tahu kalau saat itu pipiku merah sekali. Dan seketika muncul perasaan hangat yang menjalar.
Pria kecil itu selalu mampu buatku melayang. Hari-hariku berubah penuh warna merah muda yang meriah. Kehadirannya adalah yang paling aku tunggu selama SMA.
0 komentar:
Posting Komentar