Aku ingat Sam gemar sekali bermain gitar. Seperti yang kulihat dari beberapa potret yang pernah diunggahnya. Wajahnya sedikit tertunduk ke arah kiri, memperhatikan jemarinya di atas senar.
"Kau bisa bernyanyi sambil bermain gitar?"
"Kalau aku bisa, apa kau ingin aku melakukannya?"
"Dan kalau aku ingin, apa itu berarti kita akan bertemu?"
"Tergantung."
"Tergantung apa?"
Lama tidak ada balasan, aku sedikit gelisah. Entah apa sebab pastinya. Tapi kuakui ada sedikit kekecewaan saat Sam lama membalas chat-ku.
Satu - dua - tiga jam masih belum ada balasan hingga mataku terasa begitu berat menahan kantuk. Sudah pukul sepuluh malam ternyata. Sekali lagi kuperiksa obrolan Facebook, masih belum ada tanda-tanda dia kembali online. Baiklah, sudah saatnya untuk kembali ke dunia nyata dan berlalu sementara dari dunia maya.
Beep.
Itu suara pesan baru dari kotak obrolanku saat hampir mengklik menu log out. Astaga, aku hampir setengah menjerit.
"Hai, Kak. Sorry tadi ada penggemar datang ke rumah. Saking banyaknya mereka sampai aku mengabaikanmu."
"Hei, aku tidak pernah percaya kau punya banyak fans."
"Terus, bagaimana agar kau percaya?"
"Apa yang harus kupercaya darimu?"
"Kau harus percaya kalau aku menyukaimu."
Sebut saja pada waktu itu aku tengah dibuat melayang. Muncul perasaan-perasaan yang menggelitik dalam perut. Tapi juga ada kehangatan terselip di dasar hati paling dalam. Kurasa begitu.
"Candaanmu lucu, Dik."
"Bisakah kau tidak memanggilku 'Dik'? Panggil saja Sam. Atau Sayang."
0 komentar:
Posting Komentar