Rabu, 19 Agustus 2015

Pluviophile: Bahagiaku yang Sederhana


Source: http://bookcity.co.il

Aku suka keajaiban. Tapi sayang, datangnya hanya satu semester. Ia turun bersama hujan yang membasahi tanah kotaku enam bulan sekali.
Kadang aku tak ingin punya rumah singgah, agar ketika hujan turun aku bisa terus menari di bawah rintiknya. Bergumul dengan bulir-bulirnya yang dingin tapi menghangatkan hati. Namun, aku sadar tentang satu hal. Semesta tidak selamanya berpayung kelabu. Ia hanya sementara, tapi sederhana. Bahagiaku yang sederhana.
Jangan cari aku saat mentari meninggi dengan teriknya. Juga ketika tak ada air di sungai dekat rumahmu, atau ketika tak ada ilalang yang berdiri melambai di tengah ladang. Aku bersembunyi – kau tak perlu tahu di mana tempatnya. Tapi, akankah kau rindukan aku saat kemarau? Mungkinkah kau rindukan aku di bawah terik mentari? Tidak tahu.
Aku layaknya hujan. Datang dan menghilang bersamanya. Seperti hujan pula, ada yang mengharapkanku, ada yang menginginkanku. Kau termasuk yang mana?
Hm, aku tidak memaksamu untuk memilih. Tapi, maukah kau sama-sama menari di bawah hujan? Kau ketukkan kakimu ke bumi dan menengadah ke arah langit. Jangan di kota. Kita harus sedikit menjauh darinya. Berlarilah ke ladang belakang rumahku.
Aku tahu kau sedikit ragu. Mungkin kau perlu melihatku menari terlebih dahulu. Biar kutunjukkan seperti apa bahagianya menari di bawah rintik hujan di tengah ladang. Sungguh, kupastikan kau tak bisa temukan ekspresi ini pada gadis lain.
Hujan turun lebih deras. Lihat! Sekarang aku benar-benar menari di hadapanmu dan aku bahagia.

-Pluviophile

0 komentar:

Posting Komentar