Selasa, 11 Agustus 2015

Yang Ditunggu Senja Kali Ini



Sumber: http://duniadibalikjendela.blogspot.com


Dia masih menatap semesta dari balik jendelanya yang setengah tertutup gorden marun. Kakinya mulai gatal sejak sepuluh menit yang lalu. Harap-harap cemas dalam hatinya, tentang senja kali ini. Meski telah banyak menit berlalu tanpa melakukan apapun, dia masih menantang kakinya sendiri untuk setia di balik jendela.
Apa yang salah dengan hari ini? Sudah hampir lima belas menit langit meredup, tapi tidak ada apapun yang dijatuhkannya, barang sebulir airpun. Dia mulai menghela napas panjang. Terdengar hampir seperti keputus asaan. Wajahnya mulai merunduk pada sepasang kaki di bawah yang terasa kebas. “Aku kurang beruntung kali ini,” desisnya lirih.
Namun, hampir badannya benar-benar membelakangi jendela, gemuruh dari langit memanggilnya untuk kembali. Dan, gadis itu berbalik lagi dengan air muka yang lebih berpengharapan. Bunyi detik jarum jam di ruangan itu berdetak dua kali, lalu yang ditunggu akhirnya datang. Mereka berburu dan mengeluarkan gemericik yang sangat ia sukai.
Kakinya dipaksa untuk bergerak meski sedikit nyeri. Pintu di sebelah jendela dengan sigap dibuka sembilan puluh derajat. Dan, datanglah! Ia membuka tangan lebar-lebar di depan pintu. Satu langkah di luar rumahnya. Menyambut keajaiban yang mengisi senja kali ini.
Semesta membasahi tanah Sunda dengan ribuan bulir air dari hitamnya langit. Menyegarkan mawar-mawar yang lusuh terselimuti pasir halus. Bagian beranda rumahnya pun semilir harum tanah mulai menguar. Mata si gadis itu berkaca-kaca, ketika hal ini hadir dalam senjanya yang lama telah dirindukan. Hujan datang untuk menenangkan. Mungkin hatinya gulana, sebab hujan lama tak lagi mengisi senja-senjanya yang telah berlalu dengan kerontang.
“Pris! Jangan keluar! Jangan hujan-hujanan!” Suara wanita tua memanggilnya dari dalam rumah. Tapi, gadis itu tidak pernah peduli pada larangan apapun. Ia membiarkan kaki polosnya menyentuh tanah becek, berlari menjauh dari rumah. Kaki kecilnya melompat penuh semangat bersama derai air yang tampaknya semakin ramai berdatangan. “Keajaiban! Keajaiban!” katanya.

0 komentar:

Posting Komentar