![]() |
| Sumber: http://duniadibalikjendela.blogspot.com |
Dia masih
menatap semesta dari balik jendelanya yang setengah tertutup gorden marun.
Kakinya mulai gatal sejak sepuluh menit yang lalu. Harap-harap cemas dalam
hatinya, tentang senja kali ini. Meski telah banyak menit berlalu tanpa
melakukan apapun, dia masih menantang kakinya sendiri untuk setia di balik
jendela.
Apa yang salah
dengan hari ini? Sudah hampir lima belas menit langit meredup, tapi tidak ada
apapun yang dijatuhkannya, barang sebulir airpun. Dia mulai menghela napas
panjang. Terdengar hampir seperti keputus asaan. Wajahnya mulai merunduk pada
sepasang kaki di bawah yang terasa kebas. “Aku kurang beruntung kali ini,”
desisnya lirih.
Namun, hampir
badannya benar-benar membelakangi jendela, gemuruh dari langit memanggilnya
untuk kembali. Dan, gadis itu berbalik lagi dengan air muka yang lebih
berpengharapan. Bunyi detik jarum jam di ruangan itu berdetak dua kali, lalu
yang ditunggu akhirnya datang. Mereka berburu dan mengeluarkan gemericik yang
sangat ia sukai.
Kakinya dipaksa
untuk bergerak meski sedikit nyeri. Pintu di sebelah jendela dengan sigap
dibuka sembilan puluh derajat. Dan, datanglah! Ia membuka tangan lebar-lebar di
depan pintu. Satu langkah di luar rumahnya. Menyambut keajaiban yang mengisi
senja kali ini.
Semesta membasahi
tanah Sunda dengan ribuan bulir air dari hitamnya langit. Menyegarkan mawar-mawar
yang lusuh terselimuti pasir halus. Bagian beranda rumahnya pun semilir harum
tanah mulai menguar. Mata si gadis itu berkaca-kaca, ketika hal ini hadir dalam
senjanya yang lama telah dirindukan. Hujan datang untuk menenangkan. Mungkin hatinya
gulana, sebab hujan lama tak lagi mengisi senja-senjanya yang telah berlalu
dengan kerontang.
“Pris! Jangan
keluar! Jangan hujan-hujanan!” Suara wanita tua memanggilnya dari dalam rumah.
Tapi, gadis itu tidak pernah peduli pada larangan apapun. Ia membiarkan kaki
polosnya menyentuh tanah becek, berlari menjauh dari rumah. Kaki kecilnya
melompat penuh semangat bersama derai air yang tampaknya semakin ramai
berdatangan. “Keajaiban! Keajaiban!” katanya.

0 komentar:
Posting Komentar