Jumat, 14 November 2014

Puisi: Bait-bait yang Jujur



Gerimis Malam
Oleh: Nia Kavindra

Cuma gerimis malam yang memihakku
Setidaknya sampai  di bulan ini
Aku tidak bisa membaca takdir
Yang bisa kubaca hanya gerak tubuhmu
Sayangnya terlalu lihai untuk kuterjemahkan
Ah, siratan darimu makin kabur
Sekarang bukan lagi gerimis
Mereka makin berderu menyerbu bumi
Dan kau...makin menghilang ditelan hitam

Cemara
Oleh: Nia Kavindra

Tubuhmu tinggi, tidak terlalu kurus
Lalu aku menambah dua langkah
Kulitmu hitam manis, tapi tetap bersinar
Aku menambah dua langkah lagi
Matamu indah, tampak seperti almon
Tatapan yang sepertinya meneduhkan
Lalu kau menemukanku di sini;
Di balik pohon cemara yang hampir kering
Lalu tersenyum
Dan aku pergi

Syair Sendu
Oleh: Nia Kavindra

Kau bisa lihat langit sudah mulai menghitam
Sebelum makin pekat, kau perlu tahu sesuatu
Pastikan dulu mata dan hatimu ada ditempatnya
Engkau...
Mungkin sebuah alasan atas kehiduapanku
Sebenarnya aku tidak begitu paham
Tapi barangkali memang begitu
Engkau...
Yang bersuara saat jarum jam berdetak
Mengiringi kaki yang masih menyusuri jejakmu
Kau masih disitu?
Sebelum beranjak, resapi satu hal lagi;
Kasihku belumlah layu
Memang banyak nestapa terteguk
Tapi aku masih sanggup untuk merindu

Letih
Oleh: Nia Kavindra

Jika letih ini adalah berkah
Bagiku dan bagi keluargaku
Biarkan saja tetap begini
Sampai hari kepulanganku tiba

Kota Mati
Oleh: Nia Kavindra

Lebih baik mengais di ladang
Daripada meringkuk di kota mati
Tidak akan kutemukan hijau
Dalam kota yang berdebu dan usang

Rakit
Oleh: Nia Kavindra

Kayuh rakit semampunya
Jangan berserah; aku turut di belakang
Akan kusibak peluhmu
Sampai berpijak di titik tuju

Gadis dan Mawar
Oleh: Nia Kavindra

dua puluh tangkai mawar di  meja itu lebih pasrah dari kelihatannya
tunggu ada yang berbisik waktunya mereka tanggal
mereka menatap gadis berkerudung jingga lengkap dengan segaris senyum
dalam mata dan hati yang mengusut bayang-bayang kenangan
andai bisa bicara jangan pada malaikat;
ketika kelopak-kelopaknya mesti membusuk lalu tanggal
pastilah gembira gadisnya tak jadi merunduk
ingat selalu pemberi mawar itu  yang bergantung
antara abadi atau pupus; “lantas bagaimana nasib gadisku?”
tanya salah satu tangkai mawar berkelopak kuning kecoklatan
sementara malaikat makin berdesis untuk mengumumkan
gadisnya akan kehilangan kelopak-kelopaknya
bersama kenangan yang harus pupus; bukan abadi


Permadani
Oleh: Nia Kavindra

Sebut aku permadani
Yang akan bawa dirimu melayang tinggi
Bersama rasaku yang tiada tepi
Jika kau ingin terbang lagi
Panggil saja aku kembali

Pagar
Oleh: Nia Kavindra

Andai tidak tahu sekuat apa pagar berdiri,
Jangan coba bersandar padanya
Rupanya kau tak mendengar
dan tetap mengendap masuk
Lalu benih kau tabur di dalamnya
Jika sudah berkembang dan berbuah,
Kau harus tetap di situ
Sebab sang pagar akan menguncimu
Kau telah menabur kebahagiaan, bukan?
Tapi jika kau bersikeras untuk keluar
Mendobrak sang pagar hingga roboh
Lalu ia rusak dan tak lagi berdiri
Bukan dari besi, hanya sebilah bambu kuning
Jadilah ia terkapar di tanah merah
Apa yang dikata tadi?
Jangan sentuh pagar itu!

0 komentar:

Posting Komentar