Rabu, 04 Desember 2013

Stasiun Bersaksi

PROLOG

          Aroma kopi yang menusuk sudah melekat dalam indra penciuman Anna. Ini yang dia rindukan, sedapnya aroma kopi dan semilir asap roti yang baru keluar dari panggangan. Bagi yang melewati kedai roti itu pasti muncul hasrat untuk icip-icip.
          Cuaca Bandung memang sedang sejalan dengan Anna. Sudah empat jam Anna menjadi penghuni setia stasiun selain karyawan penjual tiket, pemilik kedai makanan, dan satpam serta staf-staf stasiun lainnya. Tiga cup Cappuchino dan dua bungkus roti yang berlabel Roti'O dibungkusnya, Anna kecanduan kopi. Memilih roti dan kopi yang serba panas memang bukan pilihan yang salah dalam keadaan dingin seperti sekarang. Tapi tetap tak dapat menghangatkan. Ini tak lengkap rasanya.
          Selidik-selidik tiap kereta yang mampir, matanya menyapu seluruh koridor di tiap jalur. Namun, saat itu pula hatinya ikut gerimis. Dan dalam hati Anna merintih.
          Jalan beraspal masih basah yang dipayungi lembayung senja. Anna menerawang kembali bayang-bayang semu tempo lalu, ketika ia masih lekat dengan seragam putih-abu.

Bandung, 5 Februari 2007...

          Semester sudah menginjak pada akhir. Ternyata kali ini waktu menuntut untuk lebih berlama-lama di perpustakaan, demi lolos dalam serentetan ujian di depan mata.
          "Guys, ke perpus yok!"
          "Ogah ah, lagi males liat buku. Pengen muntah bawaannya." gerutu Wiwit.
          "Yaelah, aku jejelin buku sekalian biar muntah! Hahaha.."
          "Sini kalau berani! Hahaha..Kamu sendirian nggak apa-apa kan? Nggak bakal nangis?"
          "Idiiiih..males banget nangisin kamu." Anna berlalu.

          Buku incarannya ada di rak yang lumayan sulit dijangkau. Tinggi. Lompatan-lompatan kecil Anna membuat wafer coklat di saku roknya terjatuh. Sial! Wafer itu tertendang oleh siswa lain sampai di depan meja pengawas perpustakaan. Plak! Anna menepuk jidat. Pengawas hari ini Pak Waryo. Bisa dimutilasi kalau ketahuan bawa makanan ke dalam perpustakaan. Anna merangkak ke depan meja pengawas. Ini apa lagi? Wafer itu diambil orang ketika tangan Anna hampir berhasil meraihnya. Matanya beruntun menyelidik dari ujung sepatu sampai ujung rambut. Lelaki itu menggerak-gerakkan bola matanya ke sudut perpustakaan, menyuruh Anna untuk menyingkir dari lantai. Pak Waryo melihat heran siswa laki-laki itu.
          "Sedang apa kamu bungkuk-bungkuk seperti tadi?"
          Anna mengenali suara Pak Waryo yang sedang mengintograsi.
          "Saya nemu uang lima ribu pak di lantai. Nih, buat bapak aja." lelaki itu berlalu meninggalkan Pak Waryo yang berkerut dahi - kebingungan.

          "Nih!"
          "Thanks ya."
          Lelaki itu hanya balas senyum.  Anna seperti baru melihat orang itu.
          "Aku kira kamu akan melaporkannya ke pengawas."
          "Hahaha..Liat nih...", anak laki-laki itu mengeluarkan beberapa lolipop dari saku celana dan kemejanya. Anna agak sedikit menganga keheranan. Ternyata dia sama badungnya.
          "Namaku Anna. Kamu?"
          "Kevin. Kelas 12 IPS 3. Kamu anak 12 IPA 2, kan?"
          "Tepat! Tau dari mana?"
          Kevin membuka  buku tentang sejarah yang sudah dibawanya dari kelas.

          Semua yang berlalu di hari ini berjalan begitu datarnya tanpa ada sensasi. Membosankan. Gumam Anna. Wiwit dan Asti menghabiskan waktu pulang sekolahnya untuk menonton drama Korea terbaru. Bukan aku banget! Gumam Anna lagi. Kereta masih belum terlihat mampir. Ya tentu saja, masih satu jam lagi. Anna berkunjung ke kedai Roti'O. Ia menyipitkan mata ketika melihat sesuatu yangtak asing.
          "Kevin?"
          Kevin menoleh ke belakang ketika Anna menepuk pundaknya.
          "Hey, Ann. Ngapain? Mau pulang?"
          "Iya. Naik kereta juga? Ke mana?"
          "Sama denganmu, kok."
          "Maksudnya? Kiaracondong?"
          Kevin membalas dengan senyum simpul dan berlalu. Di belakang, Anna memenuhi otaknya dengan penuh pertanyaan. Kenapa dia tau arah rumahku?

          Kevin dan Anna berbincang akrab di kursi tunggu sambil menelan potongan demi potongan roti yang sama. Alunan musik Pop-Indonesia yang dibawakan oleh 'band' tetap di stasiun itu yangnge-bit, membawa mereka dalam suasana yang lebih intim. Dan itulah awal kisah mereka dimulai.

          Hari ke hari, minggu ke minggu, banyak waktu yang mereka habiskan bersama. Perpustakaan tempat mereka sering bertatap muka dan menjadikan alasan mereka untuk semakin dekat. Sesekali sengaja untuk belajar bersama di perpustakaan, tapi setibanya di sana hanya cekakak-cekikik yang mereka kerjakan. Atau hanya sekedar untuk 'ngemil berjamaah'.

Bandung, 10 April 2007...

          Keterlambatan Anna tiba di stasiun membuatnya harus menunggu lebih lama lagi, karena kereta tujuannya sudah mendahuluinya. Kursi tunggu sedang sepi. Band stasiun pun tidak terlihat di atas panggung mini di sudut sana. Masih dua jam lagi. Bah! Aku benci menunggu lama! Gerutu Anna. Dia beranjak dan berbalik badan. Di dapatinya Kevin tengah 'unjuk gigi - nyengir' dihadapannya.
Happy birthday Anna..Happy birthday Anna..Happy birthday, happy birthday..Happy birthday Anna...
          Nyanyian lirih itu membekukan seluruh tubuh Anna dalam sekejap. Kevin berbisik, dekat sekali. Lantas ia mengeluarkan syal rajut berwarna merah, dan membelitkannya di leher Anna.
          "Dua bulan memang singkat untukmu. Tapi aku sudah menunggu dua tahun lebih untuk ini." Kevin kembali nyengir.
          Anna hanya diam sejak kedatangan teman, atau kini disebut sebagai sahabat dalam waktu dua bulan belakangan ini. Waktu memang sulit ditebak. Apa maksud kata-kata Kevin tadi? Dua tahun lebih? Untuk ini? Sikapnya penuh ambigu.
          "Yah, kok nangis? Ada yang salah? Ini hari ulang tahunmu, bukan?" Kevin mengusap pipinya yang basah.
          "Iya, kamu benar. Ini...Luar biasa, Vin! Aku nggak menyangka..."
          "Suuutt...", Kevin memotong. "Udah ah, nggak perlu pake orasi."
          "Hahaha...", Anna tertawa lepas. Kevin hanya mengernyitkan dahi.
          "Ini spekta! Trimakasih banyak, Vin", sentak Anna mengalungkan tangannya di leher Kevin. Ketika tersadar, keduanya tersenyum malu dan salah tingkah.
          "Traktir satu cup Cappuchino ya, Ann", Kevin menaik-turunkan alisnya, tanda membujuk.
          "Hmm...bolehlah. Mumpung lagi jadi ratu sejagat." Keduanya tertawa menuju kedai kopi.

          Kejadian di stasiun siang tadi memang tidak dinyana. Kevin. Teman, atau lebih tepatnya sahabat yang baru saja hadir dalam hidupnya. Begitu dekat dan intim. Sikapnya tadi, caranya berbisik menyanyikan lagu ulang tahun untuknya, dan syal rajut itu, bukankah istimewa?
          Ditengoknya handphone yang bergetar menandakan ada pesan masuk.
FROM: Kevin
Ann, taun depan kita rayakan lagi yaa :D
          Tahun depan? Anna meragukan kebersamaannya dengan sahabat barunya. Otaknya penuh dengan tanda tanya besar. Ruang kalbu yang medadak menjadi sesak, dan muncul perasaan-perasaan aneh. Dipejamkannya mata dan terbayang laki-lakiyang kini menjadi spesial di hari-harinya. Spesial? Ya. Anna terlelap dalam balutan syal baru di lehernya.

Bandung, 15 Juni 2007...

          Tiga tahun terasa berjalan begitu cepat. Semua akan tetap tinggal menjadi sebuah kenangan. Demikian dengan persahabatan Anna dan Kevin. Sebelum masuk ke dalam kereta, Kevin menemani Anna yang mengantar kepergiannya menuju Jogja. Di kedai kopi favorit mereka, suasana sedikit kikuk. Kevin memandangi Anna yang sibuk membolak-balikkan papan nomor meja, tempat mereka berdua sekarang terduduk.
          "Jangan lupa kasih kabar, ya", bola mata ana tidak bergerak sedikitpun dari papan nomor meja yang sedang ia mainkan. Tapi Kevin memaksa Anna mengangkat wajahnya, dengan tangannya yang meraih wajah Anna yang memerah, tanda ia sedang menahan tangis.
          "Pasti, setibanya di sana aku akan menghubungimu. Aku janji, Putri Adrianna..."
          Anna menyembunyikan kembali wajahnya.
          Ia tak sanggup melihat tatapan Kevin. Tapi beruntung masih bisa membendung air matanya.

          Di jalur dua sudah hadir kereta tujuan Jogja. Anna mengantar Kevin sampai koridor. Wajahnya semakin memanas, matanya dipenuhi linangan air mata, tapi belum terjatuh. Anna hanya diam. Karena jika ia berbicara, maka akan jebol bendungan air matanya. Kevin menggenggam lembut jemari Anna. Dan Anna membalas erat genggaman itu, hingga Kevin sedikit terhenyak dan menoleh ke arah Anna.
          "Aku masuk ya, Ann." Anna tidak menggubris.
          Dalam hitungan detik, Anna tersentak saat pelukan erat mendekap tubuhnya dengan penuh ketulusan. Disusul bisikan kecil yang sontak melelehkan air matanya: Aku sayang dirimu!
          Anna balas pelukan Kevin tak kalah eratnya. Suasana hening seketika. Dengan pejaman mata, Anna balas berbisik: Aku pun demikian!
          "Masih ingat pesanku, Ann? Kita akan merayakan ulang tahunmu kembali."
          Tangan Kevin mengusap lembut pipi Anna yang lembab. Disusul suara kereta yang mengawali jarak persahabatan mereka.

EPILOG

          Handphone Anna berdering dua kali. Tapi Anna masih membiarkannya. Hingga dering ketiga barulah ia menjawab panggilan itu.
          "Iya, Bu. Ini masih di stasiun, sebentar lagi Anna pulang."
          Beranjak dari kursinya dan membuang bekas cup Cappuchino dan bungkusan roti. Gerimis masih saja menumpuki tanah dan jalanan di stasiun. Dan anginpun mulai tak bersahabat. Anna berjalan terhuyung-huyung, matanya menyusuri keramik yang kecoklatan terkena tapak sepatu yang bekas menginjkak tanah becek dari luar. Anna terhenti di depan kedai kebab, ditengokkannya kepalanya ke arah rel di sana. Tidak ada kereta di jalus manapun. Dan ini, sudah hampir pukul sembilan malam. Ulang tahunku akan berlalu empat jam lagi, Kevin.
          Anna terperanjat akibat tepukan di pundaknya. Terdengar nafas yang tersengal-sengal dari belakang, kemudian dia berbisik.
Happy birthday Anna..Happy birthday Anna..Happy birthday, happy birthday..Happy birthday Anna...
          Mendadak terbentuk dua aliran sungai kecil di wajahnya. Nafasnya berubah sesak, matanya terpejam dan menerawang lakon cerita setahun yang lalu. Orang dibelakangnya memeluknya lembut. Anna semakin terperanjat dengan apa yang dirasanya, lantas membalikka badan. Sejenak membeku dalam detik yang terus berlalu. Tatapan Anna yang tak percaya bahwa orang yang tersenyum memeluknya adalah Kevin. Tak ragu lagi, Anna balas memeluk sahabat yang dinantinya.
          "Kali ini kadonya kupluk rajut. Warnanya sama dengan syal tahun lalu, kan?" Kevin memakaikan kupluk merah di kepala Anna. Namun, Anna masih terdiam menatap Kevin.
          "Kau marah? Maaf, dari Jogja keretanya telat datang."
          "Aku kira kau lupa."
          "Impossible."
          Anna tertawa lirih bahagia dan mulai tersenyum mengembang. Dalam hati, Kevin rindu senyum indah itu. Yang di dapatiny ketika awal SMA lalu.
          "Aku rindu senyumanmu, Ann. Aku mulai jatuh cinta pada senyummu itu ketika masa orientasi SMA dulu." Mendengar itu, Anna mengernyitkan dahi.
          "Bukannya kita baru bertemu di pertengahan kelas tiga?"
          "Masih belum ingat juga? Kita, dan beberapa anak lain pernah dihukum gara-gara nggak bawa papan nama. Waktu kita jalan jongkok, kamu jatuh dan aku tolong."
          Anna mencoba mengingat masa-masa orientasinya dulu.
          "Dan kau tahu?", lanjut Kevin, "Disaat itulah aku jatuh cinta. Denganmu. Saat Putri Adrianna tersenyum sesudah ku tolong."
          "Setelah kamu jatuh cinta padaku, lantas kamu mencari tahu duduk di kelas apakah aku, dan ke manakah aku pulang. Iya?"
          "That's right!"
          Anna tersenyum malu dan menyembunyikan wajah malunya yang memerah, dengan tangan masih tergantung di leher Kevin.
          Air matanya terus mengalir, masih dengan wajahnya yang memerah. Kemudian Anna melepaskan rangkulannya dan meninggalkan Kevin. Setelah menjauh beberapa langkah, Anna berbalik badan.
          "Ayolah...Tanyakan padaku. Apa aku juga cinta kamu?"
          Kevin tersenyum. Selangkah demi selangkah mendekat kembali ke hadapan Anna.
          "Aku sudah tahu jawabannya. Matamu yang berbicara."
          Anna berteriak kecil karena kesakitan setelah pipinya dicubit. Dalam hati keduanya merasakan hal yang sama. Bahagia. Gejolak yang selama ini tertahan berhasil terluapkan. Kevin meraih kedua tangan yang pucat dan dingin, menggenggamnya dengan jutaan rasa rindu akan sahabatnya, yang kini menjadi kekasihnya. Anna terhenyak dalam sunyi kala bibir Kevin menyentuh keningnya. Stasiun ini telah menjadi saksi dari alur cerita kita.

2 komentar: