Senin, 16 Maret 2015

Surat Cinta dari Ananda

Ketika waktuku habis nanti, kuharap Mama dan Papa bisa melihat ini. Katakan saja ini adalah surat cinta dariku untuk yang kucintai sepanjang hidup.

Untuk Mama...
Sering kali lidah ini kelu untuk berkata jujur di hadapanmu bahwa aku menyayangimu. Tanganku berkeringat tiap ingin meraih jemarimu yang tampak keriput. Kau sering marah, membentak dan membuatku sakit hati. Tapi tanpa sadar, engkaulah yang paling tersinggung.
Ada banyak tingkah laku kekanak-kanakan dariku yang buatmu meringis. Keegoisanku juga terlalu sering buatmu mengalah dan menekan keinginanmu sendiri.
Aku tahu salahku. Aku mengerti semua.
Selidikku dalam diam melihat wajah kuyu di dapur. Kau tertunduk sambil memotong kentang. Entah kau benar-benar sedang memotong, atau ada hal lain yang sedang dipikirkan; masa depan anak-anakmu.
Ma...maafkan atas aku yang tak pernah mengucap maaf secara langsung dihadapanmu. Mungkin aku terlalu malu mengakui dosa. Tapi ketahuilah, Tuhan jadi saksi atas permohonan ampun dalan do'aku.
Kau seorang ibu yang terbaik. Semoga Tuhan memasukkanmu dalam syurga-Nya.

Untuk Papa...
Lelaki terhebat dalam hidupku. Melebihi pria-pria di luar sana yang dulu begitu kupuja mati-matian, yang kurelakan segala hal demi dia. Tapi satu waktu aku tertegun; kapan aku berkorban untukmu, Pa?
Selain Mama, kau juga sering tersakiti oleh perkataan dan perbuatanku. Ketika kau menanyakan cara memakai internet dan BlackBerry Messanger, aku jarang menggubris. Lebih sering beralasan untuk menghindari pertanyaanmu.
Satu hal yang paling kuingat, ketika kau rela mengantarku ke Rumah Buku di tengah kota yang sangat jauh. Saat itu hujan begitu deras, petir di mana-mana.
Namun, setibanya di sana, buku yang kuinginkan tak berhasil ditemukan. Akupun gagal mendaftatkan diri menjadi member di sana, sebab harus ada pembelian minimal 200.000. Dan pada hari itu, aku tak membawa uang sepeserpun.
Dengan wajah murung aku kembali padamu di parkiran, "bukunya tidak ada."
Dengan senyum kau merayuku untuk pulang. Membujuk agar esok bisa mencarinya lagi.
Kau hebat. Demi aku kau rela basah kuyup meski jas hujan menyelimuti tubuhmu.
Kau selalu ada untuk mengantar dan menjemputku di mana pun dan kapan pun.
Sedangkan aku?
Untuk mengajarimu memakai internet saja selalu uring-uringan.

Mama, Papa, saat menulis ini aku benar-benar menangis tersedu-sedu. Membayangkan wajah kalian berdua yang tertawa dibalik letih, yang khawatir ketika aku demam, dan yang marah ketika aku bertingkah salah.

Maafkan anak sulungmu yang sampai detik ini belum bisa membalas baik budi kalian yang tercurah setiap saat.
Aku tahu, segala kata maaf dariku tidak tentu bisa menghapus dosa yang kuperbuat.
Aku selalu meminta pada Tuhan, agar memberikan kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, keceriaan, dan keberkahan atas kehidupan kalian berdua.
Semoga syurga adalah hadiah untuk kalian yang tulus mencintaiku.

Salam kasih dan sayang,
Anakmu.

0 komentar:

Posting Komentar