Senin, 16 Maret 2015

Jamuan di Hari Senin

Terpaksa sepasang mataku terbuka kala dengar mama berteriak
Menyeru nama kecilku dengan lantang, namun tetap terdengar mesra
Bersama malas kuseka gumpalan kotoran di sudut mata
Menggeliat yang kesekian kali diusik mama yang memanggil kedua kalinya
"Terlelap saja lagi!" setan berbisik di telinga kiri
Antara untung atau buntung, malaikat datang mengusir
Dan akhirnya aku nekat turun dari ranjang

Tiba di ruangan bersuhu setengah kutub tanpa fentilasi
Tidak ada tempat selain kursi pesakitan yang berjongkok di kolong meja berlaci
Kertas suci maupun yang sudah ternodai alfabet berderet
Merajuk agar aku menyentuhnya
Tagihan, tagihan dan tagihan
Belum lagi denting monitor yang berseru genit; lima puluh dua surel baru

Hingga melewati seperempat hari masih dengan lakon yang sama
Dihibur kicauan kuda berdasi dan decit kursi putar yang kududuki
Berkacak pinggang dengan pecut yang memburu

Pukul lima petang sebuah travello menanti di depan lobby; it's time to go home
Satu, dua, tiga, empat dan lima...Penumpang tetap memenuhi jok
Langit menghitan rupanya
Dan jendela jadi berbintik berkat gerimis
Sial! Travello butut yang kunaiki sukses mengoyak jeroan dalam perutku
Dan hujan semakin menggenangi aspal hitam rebutannya para pengendara

Ree~

Surat Cinta dari Ananda

Ketika waktuku habis nanti, kuharap Mama dan Papa bisa melihat ini. Katakan saja ini adalah surat cinta dariku untuk yang kucintai sepanjang hidup.

Untuk Mama...
Sering kali lidah ini kelu untuk berkata jujur di hadapanmu bahwa aku menyayangimu. Tanganku berkeringat tiap ingin meraih jemarimu yang tampak keriput. Kau sering marah, membentak dan membuatku sakit hati. Tapi tanpa sadar, engkaulah yang paling tersinggung.
Ada banyak tingkah laku kekanak-kanakan dariku yang buatmu meringis. Keegoisanku juga terlalu sering buatmu mengalah dan menekan keinginanmu sendiri.
Aku tahu salahku. Aku mengerti semua.
Selidikku dalam diam melihat wajah kuyu di dapur. Kau tertunduk sambil memotong kentang. Entah kau benar-benar sedang memotong, atau ada hal lain yang sedang dipikirkan; masa depan anak-anakmu.
Ma...maafkan atas aku yang tak pernah mengucap maaf secara langsung dihadapanmu. Mungkin aku terlalu malu mengakui dosa. Tapi ketahuilah, Tuhan jadi saksi atas permohonan ampun dalan do'aku.
Kau seorang ibu yang terbaik. Semoga Tuhan memasukkanmu dalam syurga-Nya.

Untuk Papa...
Lelaki terhebat dalam hidupku. Melebihi pria-pria di luar sana yang dulu begitu kupuja mati-matian, yang kurelakan segala hal demi dia. Tapi satu waktu aku tertegun; kapan aku berkorban untukmu, Pa?
Selain Mama, kau juga sering tersakiti oleh perkataan dan perbuatanku. Ketika kau menanyakan cara memakai internet dan BlackBerry Messanger, aku jarang menggubris. Lebih sering beralasan untuk menghindari pertanyaanmu.
Satu hal yang paling kuingat, ketika kau rela mengantarku ke Rumah Buku di tengah kota yang sangat jauh. Saat itu hujan begitu deras, petir di mana-mana.
Namun, setibanya di sana, buku yang kuinginkan tak berhasil ditemukan. Akupun gagal mendaftatkan diri menjadi member di sana, sebab harus ada pembelian minimal 200.000. Dan pada hari itu, aku tak membawa uang sepeserpun.
Dengan wajah murung aku kembali padamu di parkiran, "bukunya tidak ada."
Dengan senyum kau merayuku untuk pulang. Membujuk agar esok bisa mencarinya lagi.
Kau hebat. Demi aku kau rela basah kuyup meski jas hujan menyelimuti tubuhmu.
Kau selalu ada untuk mengantar dan menjemputku di mana pun dan kapan pun.
Sedangkan aku?
Untuk mengajarimu memakai internet saja selalu uring-uringan.

Mama, Papa, saat menulis ini aku benar-benar menangis tersedu-sedu. Membayangkan wajah kalian berdua yang tertawa dibalik letih, yang khawatir ketika aku demam, dan yang marah ketika aku bertingkah salah.

Maafkan anak sulungmu yang sampai detik ini belum bisa membalas baik budi kalian yang tercurah setiap saat.
Aku tahu, segala kata maaf dariku tidak tentu bisa menghapus dosa yang kuperbuat.
Aku selalu meminta pada Tuhan, agar memberikan kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, keceriaan, dan keberkahan atas kehidupan kalian berdua.
Semoga syurga adalah hadiah untuk kalian yang tulus mencintaiku.

Salam kasih dan sayang,
Anakmu.

Minggu, 15 Maret 2015

Perjuangan Hidup yang Dirasakan Kamu yang Berstatus Mahasiswa Plus Karyawan

(Ini adalah artikel yang berhasil saya ajukan ke salah satu media online terpopuler di Indonesia)

Keinginan terkadang tidak selalu didukung oleh kemampuan, terutama uang. Kata orang, uang itu bukan segalanya, tapi segalanya terbukti memerlukan uang. Ketika muncul keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sementara kondisi finansial tidak mendukung, banyak orang yang memutuskan untuk bekerja sambil kuliah dengan mengambil kelas malam atau kelas karyawan. Mahasiswa seperti ini disebut dengan istilah mahasiswa ekstensi.

Menyandang dua predikat sebagai mahasiswa sekaligus juga sebagai pegawai kantor adalah sesuatu yang luar biasa dan terkadang sulit untuk dijalankan secara bersamaan. Tujuh hari dalam seminggu seringkali tidak ada kata libur untuk penyandang dua predikat tersebut. Banyak rintangan berat dan risiko yang harus diambil oleh mahasiswa ekstensi ini. Perjuangan berat seperti apa sih yang harus diterjang oleh mahasiswa-mahasiswa kelas malam ini?



1. Mahasiswa ekstensi itu kalau pagi – sore ngantor, sore – malam ngampus.  Otomatis banget kamu merasa capek fisik dan capek pikiran

Seluruh waktu kita digunakan hanya untuk bekerja dan belajar. Pagi sampai sore waktunya di kantor, setelah itu langsung ke kampus untuk memulai perkuliahan. Atau pagi sampai sore di kantor, tapi sabtu dan minggu waktunya kuliah. Pertanyaannya adalah kapan liburnya?

Hal ini otomatis sangat menguras tenaga. Belum lagi pikiran kita yang terbagi-bagi antara deadline daily report di kantor dengan deadline tugas-tugas dan karya ilmiah di kampus. Hhhmmm… jadi mahasiswa ekstensi udah pasti harus tangguh!

2. Karena jadwalnya yang kelewat padat, kamu harus piawai dan terampil dalam membagi waktu supaya kehidupan dunia akhirat bisa seimbang

Dengan padatnya jadwal dalam satu minggu, di mana kamu harus membagi waktu dengan cermat antara kewajiban bekerja dan kuliah, sudah pasti kamu harus jenius dalam urusan bagi waktu.

Kamu harus bisa mengatur semua menjadi list to do yang rapi di dinding kamar. Susun di dalam kertas dan tempelkan di tempat yang mudah untuk dilihat. Tanpa disadari, yang tersusun dalam list to do itu membantu rutinitasmu jadi terasa lebih ringan.

Asalkan kita cerdas memilah, mana waktunya bekerja dan mana waktunya kuliah, semua bisa terlewati dengan mudah. Tanpa kamu sadari, sikap profesionalisme dalam dirimu mulai terbentuk.

3. Mahasiswa ekstensi itu nggak kenal yang namanya tanggal merah, Semua tanggal warnanya hitam semua!

Yang namanya bekerja sambil kuliah itu tidak mengenal kata libur. Meskipun di kalender nasional terdapat tanggal merah, bagi mahasiswa ekstensi itu:

“Tanggal merah = BERTUGAS (BERdua dengan TUGAS)!! SEMANGAT SAUDARA-SAUDARA!”

4. Anak ekstensi jarang bisa tampil cantik dan ganteng. Karena overdosis begadang, wajah mereka lebih sering tampak sepert zombie

Malam hari adalah “waktu emas” BUAT mahasiswa ekstensi. Pukul 10 malam baru sampai di rumah, lalu langsung buka laptop dan buku referensi untuk menulis karya ilmiah yang deadlinenya sangat singkat. Belum lagi tugas-tugas lainnya yang menuntut untuk dikerjakan segera tanpa peduli dengan tugas yang lainnya.

Besoknya lagi ada mata kuliah yang dosennya doyan banget sama kuis dadakan. Jadi tiap satu malam sebelumnya, harus siap-siap “melahap” buku mata kuliah yang bersangkutan. Alhasil, tidak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 03.00.

Dan satu jam lagi adzan shubuh akan berkumandang. Karena tanggung, akhirnya bablasin sampai pagi menjelang berangkat ke kantor. Yeah, jangan kaget kalau lihat wajah-wajah kita terlihat mirip dengan zombie di game Plant vs Zombie!

5. Saking lelahnya, kamu sering banget kehilangan kendali atas dirimu sendiri saat sedang bergelut mencari nafkah

Di kantor kamu sering salah balas email customer/supplier karena ngantuk berat. Tau-tau tangan ngetik sendiri dan meng-klik “kirim” dengan sendirinya tanpa sadar.

6. Kalau gaji belum turun, mau nggak mau harus memelas ke dosen buat ngutang buku

Mahasiswa: “Pak, kan bapak ngerti kita itu buruh. Boleh gak Pak kalau bukunya ngutang dulu? Nanti abis gajian pasti saya lunasi, Pak. Yang penting saya nggak ketinggalan materi mata kuliah Bapak.”
Dosen: “Hmmm..”  (Antara kasihan dan merasa terpaksa karena menyangkut mata kuliahnya)

7. Karena aktivitas kerja dan kuliah yang super padat, sampai-sampai kamu hilang ingatan kalau kamu punya hobi

Sebelum berstatus karyawan dan mahasiswa, biasanya di akhir pekan selalu diisi dengan melakukan kegiatan yang sudah menjadi hobi sejak lama. Kalau biasanya hari minggu dipakai untuk main basket atau futsal, sekarang mainannya kayak orang-orang pintar, yaitu buku metodologi penelitian, kalkulator sains, kalkulus, atau buku pengantar ilmu politik.

Kalau biasanya setiap sebelum tidur malam selalu bikin puisi di buku diary atau blog, sekarang yang ditulis dan medianya jadi berubah.

Tugas: “Tuliskan komentar Anda mengenai kasus kemunduran DPR saat ini.”
Jawab: “Saya akan dorong kembali supaya DPR semakin di depan!”

8. Waktu ngumpul bareng sahabat dan teman-teman komunitas banyak tersita, kamu pun jadi anak yang paling cupu

Di lingkungan lain (selain rekan kantor dan kampus), otomatis kamu jadi yang paling kuper dan cupu. Masih mending kalau ketinggalan gosip terkini, bisa-bisa malah kita mahasiswa ekstensi yang jadi bahan gosipnya. Huft!

9. Gajimu harus dibagi antara kebutuhan hidup dan biaya kuliah. Kamu pun harus rela hidup penuh keprihatinan

Meskipun malam hari, di depan kampus masih ramai akan para pedagang jajanan ringan. Ada bakso, mie ayam, kwetiaw, nasi goreng, mie tek-tek, dan lain-lain. Tapi terkadang bajigur atau bandrek dan pisang rebus adalah menu yang paling serasi dengan kondisi dompet. Makan nasi kucing di angkringan belakang kampus hanya sesekali, ketika angka kalender masih berjumlah kecil (alias tanggal muda).

Ya maklum saja, namanya juga mahasiswa ekstensi yang kerja sambil kuliah. Kamu bekerja setengah mati supaya bisa membiayai kuliah sendiri, jadi mau nggak mau harus prihatin dulu dengan kondisi yang serba pas-pasan. Makan pun harus mau yang sederhana.


Habis gelap terbitlah terang. Setelah bersusah payah demi menyematkan gelar sarjana di belakang nama, akhirnya pelangi pun datang padamu



10. Meski harus berdarah-darah dan terseok-seok, perjuanganmu tak sia-sia. Kamu puas dan bangga atas hasil yang kamu capai dari keringat sendiri

Kuliah itu butuh persiapan matang, termasuk persiapan dana. Maka dari itu, beberapa orang memutuskan untuk bekerja sekaligus kuliah. Dan hasil dari bekerja itu disalurkan untuk biaya kuliah.

“Aku bangga karena aku bisa membiayai pendidikanku sendiri tanpa merepotkan orangtua.”

11. Bekerja sambil kuliah itu meringankan beban orang tua. Mereka bangga mempunyai anak sepertimu yang bisa survive bekerja sambil kuliah

Karena tuntutan tanggung jawab yang cukup berat, bisa dibilang mahasiswa ekstensi itu sedikit lebih dewasa dan bisa lebih mandiri. Berbeda dengan anak kelas reguler yang kebanyakkan masih ditanggung orang tua untuk kebutuhan kuliahnya. Mahasiswa ekstensi itu kalau mau beli baju, sepatu, tas, atau pernak-pernik untuk bergaya, masih harus berpikir seribu kali.

“Beli wedges atau modul metode penelitian ya? Mending beli modul aja deh. Sama tebelnya, bisa dipake jadi wedges kalau udah selesai kuliah. ”

12. Perjuanganmu menjadi seorang pekerja sekaligus mahasiswa layak diacungi jempol. Kamu adalah manusia tangguh yang berhasil menaklukkan kerasnya dunia

Kamu patut untuk berbangga. Meski berat, kamu bisa menunjukkan pada orang lain bahwa kamu mampu melewati semua rintangan dalam mewujudkan impianmu. Ingat, hanya orang-orang berjiwa besarlah yang ikhlas dan sukarela dalam menjalankan hukum alam beserta risikonya. Tak semua orang bisa menjalani kehidupan keras sepertimu!