Jumat, 26 September 2014

Jurnal Satu



Jurnal Satu

Awalnya aku cuma tertarik.
Hal biasa.
Aku sudah sering merasakan hal ini.
Itu mudah sekali. Besok pun sudah hilang lagi.

Malam itu; malam sabtu.
Tepatnya di kedai nasi kucing.
Kita; dan kawan lainnya bercengkrama.
Membicarakan hal apapun yang tidak penting untuk dibahas.
Menertawakan kejelekkan satu sama lain.
Tiba-tiba beralih topik mengenai aku.
Lalu tawa mereka berubah lebih membahana.
Dan kau cuma tersenyum malu-malu.
Oh, aku dengar ada satu gosip diantara kita rupanya.
Kau menyukaiku?
Mereka bilang iya.
Aku anggap itu cuma permainan.
Dan malam makin terasa panjang saat itu.

Malam minggu.
Kita membentuk lingkaran untuk makan malam di sebuah gazebo.
Gelap; beruntung ada kembang api dari sebuah acara fakultas tetangga.
Jadi sedikit terang dan makin menyemarakkan makan malam kita.
Dan lagi; ditengah-tengah terdengar gosip itu lagi.
Kau malah makin membuatku tersipu.
Dengan leluconmu yang lebih mirip rayuan.
Tapi lagi; kuanggap itu cuma permainan.

Minggu siang.
Kita akan mengerjakan tugas di salah satu rumah teman kita.
Pada saat itu aku tidak ada kendaraan.
Entah apa yang mendorongku;
Aku meminta padamu untuk pergi bersama menggunakan motormu.
Kita pergi berdua.
Oke. Di sini aku mulai merasa aneh.
Makin aneh; ketika obrolan kita menjurus ke hal lain.
Dan jawabanmu semacam…hm…menggoda.
Aku mulai ragu apakah anggapanku semula masih sama atau berubah.

Tiba di lokasi.
Aku seperti salah tingkah.
Oh, kau tahu seperti apa orang yang duduk di samping kekasih barunya?
Gugup.
Apakah aku gugup?
Aku tidak tahu ini apa.

Pulang.
Kita berdua lagi.
Mereka bersorak heboh melihat kita bersama.
Dan aku jadi yakin kalau aku; gugup.
Begitu dekat dengan tubuhmu.
Membuat parfum yang kau pakai menguar dengan jelas.
Aku hafal harum itu.

Malam senin dan malam-malam selanjutnya.
Aku anggap cuma permainan; awalnya.
Ah, tapi saat ini aku belum mampu menafsirkan.
Apakah ini permainan atau keseriusan.
Komunikasi kita makin intens.
Dan aku tanpa sadar telah bersorak ria dalam hati.
Aku menyukaimu.

Kamis malam.
Aku menangis.
Semua berpaling padaku dan saling bertanya; kau kenapa?
Tapi saat ku tengadahkan kepala dan membuka mata yang basah.
Cuma kau yang berdiri tepat di depanku.
“Kenapa, Re?” tanyamu.
“Coba sini, lihat aku,” katamu lagi.
Kalau saja Pak Yuswari tidak segera masuk ruangan.
Mungkin saat itu kau akan lihat pertama kali.
Mataku basah dan penuh pilu.

Besoknya; jum’at pagi.
Aku sapa kau melalui do’a dalam Shubuh yang sunyi.
Dan perlahan kubisikkan ke udara; aku suka kau.
Tapi anggapanku semula masih disitu.
Dan sekarang malah ketakutan ikut melanda.
Ini cuma permainan, Re.

0 komentar:

Posting Komentar