Beberapa minggu
ini Yessa kehilangan jejak Radit. Tak ada kabar apapun tentangnya. Bahkan ia
tidak juga melihat nama Radit di beranda facebook-nya.
Sesekali ia mengintip kronologi kekasihnya itu ketika online. Harap-harap ada sebuah status yang tercantum di sana dalam
waktu yang baru-baru ini. Kendati matanya hanya melihat aktivitasnya pada waktu
tiga minggu yang lalu.
Status itu
Radit buat ketika akan melaksanakan tes kerja. Yessa ingat saat Radit meminta
doa sebelum masuk ruangan. Ia setia menunggu di lobby perusahaan hingga tiga jam lamanya. Sampai akhirnya, hasilnya
pun berhasil. Radit lolos semua tahapan dalam tes pekerjaannya itu.
“Mungkin
pekerjaannya banyak, jadi dia tidak sempat menghubungimu”, ujar Puri mencoba
menenangkan sahabatnya.
“Apa dalam
waktu dua puluh empat jam, tidak ada satu menit pun untuk sekedar menyapa lewat
SMS?” Yessa masih menatap lurus ke arah laptopnya.
“Coba berpikir
positif, Sa.”
“Ini sudah
terlihat negatif, Pur. Ini aneh. Ke mana dia? Sudah tiga minggu aku tidak tahu
bagaimana kabarnya”, suara Yessa terdengar berat menahan tangis. Puri tahu
bagaimana perasaan Yessa sekarang ini. Mungkin semacam ‘digantung’ dalam
hubungannya dengan Radit. Yessa sendiri bertanya-tanya. Apa ada yang salah denganku?
***
Belakangan ini
Yessa sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya di unit kemahasiswaan
INKOM. Setidaknya pikirannya sedikit bisa beralih dari kegalauan yang sedang
melandanya saat ini.
Berhubung ini
tahun ajaran baru, Yessa disibukkan dengan proses penerimaan anggota INKOM
baru. Wajah-wajah polos para calon anggota yang terlihat masih sangat belum
pantas menjadi seorang mahasiswa membuatnya tertawa geli. Yessa dan Puri sering
membicarakan adik-adik barunya yang kerap bertingkah aneh saat ospek dan
pelantikkan anggota.
“Yes. Kau tahu Balon baru
yang bernama Michaell Chad?” Tanya Puri sambil menyodorkan tropical float.
“Hm…” Yessa
bergumam sambil berlagak berpikir. “Mahasiswa baru yang bule itu, ya?”
“Iya. Bagaimana
menurutmu?” Puri menyesap float-nya.
“Hm…” Yessa
kembali bergumam. “Lumayan. Lumayan tampan. Baru saja aku mau bertanya padamu.
Dan sepertinya, aku tertarik dengan bocah bule itu.”
“He? Kau
menyukainya? Bersiaplah, kau akan punya saingan banyak. Kakak-kakak senior kita
pun menyukai Chad.”
“Nama
panggilannya Chad? Aha! Untuk mendekatinya sangat mudah, Pur. Aku ini
personalia INKOM. Dia terdaftar sebagai calon anggota. Jadi…kau mengerti
maksudku, kan?” Yessa mengerlingkan mata penuh arti.
“Ah, ya!
Modus!”
Keduanya
tergelak.
***
Michaell Chad –
biasa dipanggil Chad – memasuki basecamp
INKOM. Di dalamnya sedang duduk Yessa, Puri dan Anggi – bakal calon anggota
baru, sama seperti Chad – sedang menyusun beberapa kertas.
“Puri. Lihat
itu. Ada Chad”, Yessa berbisik pada Puri yang masih sibuk menyusun kertas-kertas
di atas meja. Kemudian Puri melirik ke arah pintu.
“Ya, silakan
jalankan misimu, Nona”, Puri beranjak dari kursinya dan masuk ke ruangan
sebelah bersama Balon (Bakal Calon) yang bernama Anggi itu.
“Permisi, Kak.
Boleh masuk?”
“Ah, ya! Tentu
boleh”, Yessa gelagapan.
“Aku mau masuk
INKOM.”
Tentu saja aku
tahu itu. Jelas-jelas ini basecamp
INKOM, bukan basecamp pendaki gunung.
Kata Yessa dalam hati.
“Bukannya kau
sudah pernah mendaftar?”
“Benarkah?”
Chad mengingat-ingat. “Oh, iya. Mungkin formulir minggu lalu yang kuisi itu,
ya. Aku kira itu formulir pendaki gunung.”
Ck! Anak
bodoh. “Begini. Lusa akan ada pertemuan Bakal Calon anggota baru. Dan kau wajib mengikutinya.
Semacam pengenalan tentang INKOM.”
“Baiklah.
Terimakasih atas informasinya, Kakak cantik”, Chad melempar senyum. Yessa
merasakan lututnya lemas. Hatinya berteriak “Horeeee!!! Dia memanggilku
cantik.”
***
Yessa berpikir
bahwa Radit benar-benar telah melupakannya. Satu bulan ini sama sekali tidak
ada kabar apapun tentang lelaki jangkung kurus itu. Mungkin memang sekarang
sudah saatnya untuk ia melupakan Radit. Tidak akan butuh waktu lama untuk
melupakannya. Sebab ia punya perasaan baru. Chad.
Yessa meraih
ponselnya yang terlihat ada dua pesan di layarnya. Yang satu dari Puri.
From: Puri
Winaswara
Yes, di dekat kolam air mancur ada
Chad. Sini!
Yessa girang
dan cepat-cepat mengambil ranselnya. Tapi kemudian, ia teringat satu pesan yang
belum ia buka.
From: Michaell
Chad
Hey, Kakak cantik. Bisa kita bertemu?
Aku di dekat kolam air mancur.
Yessa bersorak
makin kegirangan. Tanpa menunggu lagi ia langsung menuju kolam air mancur.
Sepanjang koridor, bibirnya terus menyunggingkan senyum lebar. Hatinya
berbunga-bunga.
***
“Kak, boleh aku
bicara sesuatu?”
Di pinggir
kolam air mancur itu, hanya ada Yessa dan Chad. Chad tampak memegang sesuatu
dibalik jaketnya yang ia gantung di lengan kirinya, menutupi sebagian
tangannya.
“Kau ini bukan
mau bicara tentang resep rahasia Krabby
Petty, kan? Kalau bukan, tidak perlu formal dan sok rahasia gini, deh”, Yessa terkekeh
geli.
“Ya, memang
bukan. Tapi ini lebih penting daripada membicarakan tentang resep roti isi milik kepiting pelit itu.”
Yessa berhenti
tertawa. Wajahnya mulai tenang ketika melihat tatapan Chad yang tampaknya
sangat serius. Chad menunjukkan sesuatu yang dipegangnya sedari tadi. Voala! It’s a chocolate.
“Aku menyukai
Kakak. Sejak pertama melihat Kakak di ospek tempo lalu. Kakak mengenakan kemeja
hitam merah, seragam INKOM, kan? Dengan jilbab biru donker, senada dengan rok
yang Kakak pakai. Itu manis sekali.”
Perut Yessa
rasanya berdesir dan menggelitik. Pipinya tampak memerah semu. Ia mencoba tetap
menampakkan wajah tenang meskipun sebenarnya ia ingin menjerit. Bocah bule itu
meraih tangan Yessa dan meletakkan cokelat di atas telapak tangannya.
“Mengapa diam,
Kak?”
“He?” Yessa
kembali sadar dari lamunannya. “A-aku…”
“Ya?”
“Dia juga
menyukaimu, Chad!” Puri tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka. Persis.
Seperti jin milik Om Jun dalam sinetron Jin dan Jun. Yessa sempat menganga ketika
Puri datang sambil berkata: “Dia juga menyukaimu.” Ah, hatinya mencelos.
“Benar yang
dikatakan Kak Puri, Kak? Ayolah, katakan sesuatu.”
“A-aku…Aku juga
suka padamu.”
“Sungguh?”
“You can see it.” Yessa membalas
genggaman Chad.
“Ya! Dan
akhirnya sang putri menemukan pengganti pangeran yang telah menghilang.”
“He?” Chad
tampak kebingungan. “Maksud Kak Puri?”
Yessa
membelalakkan mata ke arah Puri. Ia tahu yang dimaksud Puri adalah tentangnya
dan Radit. “Jangan dengarkan Puri. Dia pendongeng yang hebat!” Yessa
mengacungkan ibu jari ke depan hidung Puri. Dan ia berhasil membuat Puri
meringis.
***
Dalam kamarnya
yang mini, di atas single bed
berbungkus kain hijau bergambar Thinker Bell
(kartun favoritnya). Yessa tengkurap sambil memankan granit pensil di atas
bloknot. Melukiskan gadis bersayap dan bergaun hijau kecil kesukaannya. Sekarang
ia bisa merasakan kembali hati yang sedang berbunga-bunga.
Kini hadir Chad, seseorang sebagai pengganti Radit.
Dan setidaknya saat ini ia tidak lagi merasakan kegalauan yang mengganggu
kesehariannya. Mungkin hubungannya dengan Radit benar-benar telah berakhir.
Walaupun tanpa ada kata “putus” yang terlontar dari masing-masing pihak. Tapi
dengan situasi seperti ini, ia yakin bahwa dirinya bukan lagi milik Radit, atau
sebaliknya.
***
“Yes, kau tahu
Anggi?”
Yessa
menggeleng. Matanya tidak beranjak dari layar laptop. Mereka sedang disibukkan
dengan tugas makalah yang menumpuk di semester tiga ini. Belum lagi
kegiatan-kegiatan yang cukup padat di INKOM sebab tahun ajaran baru.
“Tadi pagi,
Anggi meminta pertemanan di facebook.”
Yessa masih
terpaku pada laptopnya.
“Dan aku
melihat di akunnya tercantum bahwa ia menjalin hubungan dengan…Michaell Chad.”
Yessa
menghentikan jari-jarinya yang semula sibuk menekan toots hitam yang tidak beraturan. Akan tetapi, matanya masih tetap
lurus ke layar laptop. Dalam hatinya seperti ada petasan kecil yang meledak
hingga seluruh tubuhnya seperti mati.
“Tapi tenang
dulu, Yes. Tanyakan saja dulu pada Chad yang sesungguhnya. Aku sangat yakin
akun bernama ‘Michaell Chad’ yang dijadikan pasangan dalam akun Anggi itu
adalah Chad-mu.” Puri menelan ludah. “Aku membuka akun itu.”
Yessa akhirnya
bergerak. Kepalanya menoleh ke arah sahabatnya yang menatap iba. Mulanya Puri
pikir Yessa akan meledak-ledak setelah mendengar kabar buruk darinya. Wajahnya
terlihat memerah sebab menahan geram. Matanya membulat lebar-lebar tidak
percaya.
“Nanti akan
kutanyakan pada Chad.”
Puri tidak
menyangka sahabatnya akan bicara setenang itu. Yessa adalah orang yang paling
tidak bisa diam. Dan tingkahnya sangat kekanak-kanakkan. Tapi Yessa yang saat
ini? Puri berpikir beberapa kali.
***
“Hai, Kakak
cantik. Kita jadi, kan, makan eskrim berdua?” Chad menghampiri Yessa dari
belakang yang sedang berjalan di koridor Fakultas Ekonomi. Seketika Yessa
menghentikan langkahnya dan menatap Chad, kemudian mengulas senyum samar-samar.
“Tentu. Kau
bawa motor? Jangan bilang tidak. Karena aku sengaja tidak membawanya hari ini.”
“Untungnya aku
bawa.” Yessa terhenyak saat Chad menggandeng tangannya.
Sepanjang
jalan, Yessa diganggu oleh pikiran tentang Chad dan Anggi.
Hingga tiba di Campina House di pertigaan jalan Gatot
Subroto, Cimahi. Yessa berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dan lelucon
kecil yang ditawarkan Chad dengan tampang biasa. Dan ia berjanji pada dirinya,
sepulang ini ia akan menanyakannya pada Chad.
***
“Chad.”
“Iya, Kak?”
Chad menoleh saat akan meninggalkan rumah Yessa.
“Aku mau bicara
sesuatu.”
“Tentang?
“Putuskan
Yessa!”
Lagi-lagi Puri
datang tiba-tiba diantara mereka seperti jin milik Om Jun. Tapi kali ini ia
tidak sendirian. Anggi turut di belakangnya.
Terlihat air
muka Chad yang terkejut saat melihat Anggi ada diantara mereka.
“Aku sudah
menanyakannya pada Anggi. Ternyata benar, mereka berdua sudah punya hubungan.
Artinya, kau ditipu bocah bule ini, Yes. Dan artinya lagi, kalian harus putus.”
Suara Puri cukup keras untuk membangunkan warga malam-malam begini. Bisa dikira
ada KDRT dalam rumah Yessa.
“Benar itu,
Anggi?” Tanya Yessa pada Anggi.
“Iya, Kak. Aku
sendiri juga tidak tahu kalau Chad sama Kakak. Aku diduakan, Kak”, Anggi
menunduk.
“Yes, sudah
jelas, kan?”
Yessa tampak
berpikir. Ia menatap Puri dan beralih menatap Chad. “Baiklah, ini cukup jelas.
Terimakasi, Chad. Terimakasih atas kebohonganmu!” Yessa masih menahan suaranya
agar tetap rendah dan tidak membuat gaduh. Namun tajam.
Chad tidak
berkata apa-apa. Ia bergeming. Ia tahu dirinya salah. Dan ia pikir, ia akan
memilih Yessa dibanding Anggi.
“Kalau begitu,
aku akan memilih Kakak daripada Anggi.” Anggi tersentak. Wajahnya memanas dan
menatap Chad dengan tajam.
“Semudah itu?
Kau kira aku memintamu untuk memilih? Yang aku mau, kita putus!” Yessa berlari
masuk ke rumahnya dan membanting pintu. Meninggalkan Puri, Anggi dan bocah bule
itu.
***
Malam bergeming
dengan tenangnya. Tiupan angina kencang masuk melalui fentilasi kamar dan
sela-sela jendela. Membuat gordyn
ungu kamar Yessa menari lembut.
Yessa masih
tidak percaya dengan apa yang dialaminya saat ini. Dan lagi-lagi, ia harus
merasakan kegalauan. Hatinya kembali gelisah yang berakibat tidak ingin
melakukan apa-apa. Beralaskan bantal Pororo Yessa terisak. Tak bersuara. Air
matanya deras.
Niatnya
yang semula ingin menjadikan Chad sebagai pengobat masa lalunya, tidak dapat ia
wujudkan. Chad benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya ia menduakan Anggi. Dan
lebih parahnya Yessa yang dijadikan madunya. Ck!
Ponselnya
berkali-kali berdering, dan dering terakir terpaksa ia angkat untuk mengetahui
siapa yang mengusiknya malam ini.
“Halo…” Seorang lelaki di seberang sana.
Yessa lupa tidak melihat nama dilayar ponselnya. “Yessa Agatha Purnami?”
Yessa
tercengang mendengar suara dari ponselnya. Ia sangat mengenal suara itu. Dan
hanya dia yang selalu repot menyebut nama kepanjangannya.
“Radit?”
“Are you okay? Suaramu terdengar parau.”
Yessa tidak
mungkin menceritakan hal ini pada Radit. Setidaknya, ia jangan dulu tahu. “Aku
baik-baik saja. Hanya sedang flu.”
“Oh. Pasti karena terlalu lelah oleh
tugas-tugas di semester tiga, ya? Kau pasti sangat sibuk sekali.”
Yessa tertegun.
Memikirkan sesuatu yang semula membuatnya gelisah sebelum mengenal Chad.
Mengapa Radit tiba-tiba menghubungiku? Di saat keadaanku seperti ini.
Selepasnya aku dari Chad. Hatinya
berbicara.
“Sa?” Radit memanggilnya ketika keduanya
saling diam.
“Ah,
ya. Mengapa kau menelefonku?” itu yang ingin ia tanyakan sejak lama setelah
Radit menghilang tanpa jejak. Lalu lihat sekarang, ia kembali menghubunginya.
“Hm. Aku tahu kau pasti akan menanyakan hal
ini. Kau belum mau tidur, kan? Aku mau bicara.”
“Akan
kudengarkan.”
“Baiklah, katakan saja jika kau mulai
mengantuk. Begini...” Radit berhenti sejenak. “Aku ingin kita akhiri hubungan kita.”
Yessa
jadi bertambah lemas. Tubuhnya seperti tidak berdaya.
“Ini yang terbaik untukmu dan untukku.
Kemarin-kemarin aku memang sangat sibuk dengan perkerjaan yang la-lama kurasa
sangat mengekangku. Tapi ketika aku dapat jatah libur, dan aku berniat
menghubungimu, di saat itulah aku tahu bahwa kau berubah.”
“Aku
berubah? Bukankah kau yang berubah?”
“Tampaknya kau sedang menyukai seseorang.
Aku tahu aku salah. Tapi kupikir, kau akan memahami.” Radit menelan ludah. “Tapi ya sudah, Yessa. Aku memang salah
karena telah menghilang. Maafkan aku...”
“Radit,
perubahan yang seperti apa maksudmu? Demi apapun aku tidak ingin kita putus”,
Yessa tidak bisa membendung lama air matanya.
“Jangan menangis. Karena itu membuatku tidak
tega melepasmu. Oh, ayolah...Seseorang yang ada bersamamu saat ini mungkin
lebih baik dariku.”
“Seseorang
siapa maksudmu?”
“Chad.”
Yessa
berhenti terisak dan menarik napas panjang. Jantungnya berdebar tak karuan.
Hatinya seolah dipecut berpuluh-puluh kali tanpa henti. Radit tahu kedekatannya
dengan Chad. Mungkin itu yang membuatnya ingin mengakhiri hubungan mereka.
“Ketahuilah,
aku demikian karena kupikir kau telah lupakan aku. Dengan tidak adanya kabar
darimu selama satu bulan. Kau pikir aku tidak merana?”
“Iya, Yessa. Aku sangat mengerti itu.
Makanya aku meminta maaf. Semua kesalahanku. Dan mulai sekarang, aku ingin kau
lepas dariku.”
Yessa
kembali membasahi pipinya. Kepalanya terasa ringan dan semua darahnya seperti
membeku. Radit mendengar desahan napas Yessa yang memburu akibat tangisannya.
“Jangan menangis, cantik. Kau akan temukan
kebahagiaanmu tanpa aku. You always in my heart and my dream...”
***
Dunia
seakan ikut bungkam atas nasib yang ada pada Yessa saat ini. Alam seperti
menartap iba meski Yessa tidak memintanya. Radit sudah benar-benar
meninggalkannya. Tidak lagi dengan status ‘digantungkan’. Dan yang terpenting,
tidak ada lagi Radit. Lalu Chad? Bocah bule bodoh. Yessa berhasil dikerjai anak
baru lahir kemarin. Ah, kalian para pria buat rumit saja! Gumam Yessa dalam
hati.
Lupakan
Chad.
Sekarang
permasalahannya ada pada dirinya sendiri dengan Radit. Ia masih belum rela
untuk diputuskan. Bahkan ia tidak ingin move
on dari lelaki jangkung kurus itu yang telah memberinya warna selama dua
tahun lebih itu.
Beberapa
kali Yessa mencoba menghubungi Radit terlebih dahulu. Radit memang membalas
tiap SMS-nya. Akan tetapi, sepertinya respon lelaki itu tidak terlalu hangat
seperti dulu. Sikapnya berubah jadi sedikit dingin. Yessa masih berusaha untuk
melunakkan kembali hati Radit. Tapi sepertinya semua sia-sia hingga saat ini.
***
“Sudahlah, Yessa. Aku bukan yang terbaik
untukmu. Jangan lagi kau harapkan aku.” Begitu bunyi e-mail dari Radit tadi
sore. Yessa terus membacanya, padahal hatinya menangis ketika membaca surel
dari Radit itu.
Subject: Isi Hatiku
To: Raditya Hidayat
Radit, aku tidak pernah
membayangkan sebelumnya kita akan benar-benar berpisah. Sungguh, aku belum bisa
melupakanmu, atau istilah kerennya move
on darimu. Maafkan aku juga kemarin sempat berpaling darimu. Tapi kau tahu,
kan, itu karena menghilangnya dirimu yang tak jelas arahnya. Dan kau mendiamkan
aku selama satu bulan. Itu menyakitkan, Dit. Dan kini aku lebih sakit :’(
Yessa membalas surel dari Radit
dengan derai air mata yang lagi-lagi membuat matanya bengkak dan menghitam
karena terlalu banyak menangis.
“Sudahlah,
Yes. Diamkan saja dulu. Biarkan Radit menentukan jalannya sendiri, sekalipun
tanpamu. Aku yakin dia masih sangat mencintaimu.”
Yessa
membuka aku facebook-nya. Dalam
beranda, yang muncul pertama kali adalah status terbaru Radit. Sekejap ia
mendekatkan wajahnya ke layar laptop dan mengeja kata demi kata status Radit yang
menjadi urutan pertama itu.
Hai, kakak cantik. Semalam aku bermimpi kalau kita berdua
menikah :D
Jemarinya terasa lemas sekali. Ia
tidak lagi mampu menggerakkannya. Dalam diam, terbentuk dua buah sungai kecil
dipipinya. Puri yang juga melihat status terbaru Radit, ikut terhenyak seperti
ikut merasakan sakit hati sahabatnya.
“Dia
seperti mengusirku secara perlahan.”
“Aku
pikir...emm...Radit sengaja memasang status itu. Supaya kau membencinya. Lalu
menjauh dan benar-benar merelakannya. It’s
just my opinion”, Puri kembali menatap layar laptop.
“Aku
juga merasakan demikian, Pur.”
Puri
memutar lagi kepalanya menghadap Yessa. Ia sangat terharu dengan kisah
sahabatnya. Setelah dibodohi oleh Chad, kini Radit benar-benar melepaskannya.
***
Yang
harus dilakukan saat ini adalah hanya berjalan megikuti arah angin takdir
masing-masing. Masalah di titik mana kita akan berhenti, jangan pernah kau
pikirkan. Biar waktu mengindahkannya dan kau tinggal berterimakasih saat sang
waktu mempertemukanmu dengan kebahagiaan.
THE END