Aku senang berada pantai. Aku menyelaminya hingga ke tengah. Bertemu nemo, tapi aku cukup takut menghampiri terlalu jauh. Dan, semenjak hari itu aku berkata: aku menyukai samudra.
Ombak yang kecil. Memandangnya
aku tenang. Duduk di dekatnya, menyentuhnya, ada guratan baru yang menutup
sembilu. Kemarinnya aku jatuh cinta. Tapi setelah hari itu, aku terbangun
karena cinta.
Aku menyukai samudra.
Biru, luas memberi jalan untuk
jiwa-jiwa yang ingin damai bersamanya. Dan, aku ingin. Mmerentangkan tangan di
atas kapal. Atau memotret, atau sekadar berayun kaki ke dalam air. Jiwaku
terasa lebih anggun dari ratusan akhir pekan yang telah berlalu. Turut menjadi
berwibawa. Karena aku di dekat samudra.
Beberapa jam yang lalu, aku
memikirkannya sebagai ilusi. Tidak nyata dalam garis nasibku. Angan yang tidak
pantas dibuai ikhtiar untuk ke sana. Samudra buatku hanya sebatas itu. Karena
ia terlalu luas, terlalu jauh, terlalu dalam. Hingga ragu dan malu benar-benar
untuk diriku sendiri.
Aku beku. Antara memperjuangkan
diri untuk melihatmu lagi, atau kembali ke kota dengan jiwa yang
kehilangan selera. Berani, tidak ada di dalam mataku. Seperti surga, tapi aku
tidak punya cukup kebaikan. Pulang dari harapan. Akulah yang meratap di ujung
dermaga.