Aku pernah memikirkan ini sebelumnya. Bagaimana jika suatu
saat nanti kita terpisah? Bagaimana jika suatu saat nanti kita bermusuhan?
Semuanya sudah terwujud.
Aku tidak tahu sebesar apa marahnya kau saat ini. Yang
kutahu, kau tidak berhenti membuatku merasa bersalah terus menerus. Tidak ada
toleransi darimu. Semuanya seolah-olah aku yang paling salah, aku yang palin
keterlaluan, dan aku yang pertama kali menghancurkannya. Bukankah aku sudah
mengaku salah dan kalah? Bahkan permintaan maaf pun sudah kuajukan dengan tidak
adanya respon darimu. Barang sedikit saja kau pedulikan kata maaf dariku,
apakah tidak bisa? Sekeras itukah hatimu? Seteguh itukah pendirianmu bahwa kau
yang paling benar? Tidakkah kau berpikir bahwa aku juga sakit hati?
Ya Tuhan, aku akan terus-terusan takut pada dirimu jika kau
belum ada niat untuk bertutur baik di hadapanku. Aku belum lagi melihat wajah
baikmu, lucu bahasa dan tingkahmu, semuanya luruh dengan amarah yang tak
segan-segan kau lontarkan padaku. Aku...tersangka atas perpecahan ini. Itu menurutmu.
Perlukah aku bilang bahwa hidupku sudah hancur seluruhnya untuk meminta kasihan darimu? Supaya kau menerima permintaan maafku? Aku tidak sedang berlebihan. Tapi kau tahu sendiri kondisiku seperti apa.
Aku sakit. Jiwa dan ragaku sakit. Tidak utuh kecuali akal
pikiranku. Beruntungnya aku belum sampai nekat. Hm.
Aku tidak akan pernah tenang selama kau masih terus-terusan
memojokkanku. Aku tidak salah sepenuhnya...Aku tidak salah sepenuhnya.....